Presidium Rakyat Menggugat Mengeluarkan Sikap Mosi Tidak Percaya Atas Vonis Meiliana

  • Bagikan
Presidium Rakyat Menggugat Mengeluarkan Sikap Mosi Tidak Percaya Atas Vonis Meiliana

Jakarta, SBN-

Presidium Rakyat Menggugat menyatakan mosi tidak percaya kepada para penegak hukum dengan terkaitnya vonis Meiliana dalam kasus penodaan agama di Tanjung Balai, Medan,Sumatera Utara. Hal tersebut di nanyatakan oleh Presidium Rakyat Menggugat (PRM) dalam Confrensi Persnya yang dihadiri langsung oleh Koordinator PRM Tirta Yasa,pada Rabu Malam (29/08/2018) di Gedung Joang 45,Jakarta Pusat.

Tirta Yasa kepada awak media mengatakan,mosi tidak percaya ini karena saudara kita mengalami perbedaan hukum. “pihaknya menyuarakan hal ini bukan berbicara masalah mayoritas-minoritas,perbedaan agama dan suku,melainkan ingin menggapai keadilan di hadapan hukum,” ujarnya.

Arthur Rumimpun salah satu dari Tim Kuasa Hukum Meiliana dalam kesempatan yang sama mengatakan,bahwa dalam suatu penegakan hukum tentu punya alasan untuk keadilan dan dinikmati oleh seluruh rakyat.

“Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan,Sumatera Utara,yang telah memvonis Meiliana dengan 18 bulan penjara karena protes pengeras suara adzan merupakan permasalahan yang pelik,”kata Arthur.

Keputusan pengadilan itu harus bebas dan independen serta tidak tertekan pihak mana pun. Jika terjadi putusan seperti itu, pihaknya wajib mengkritisi agar terwujud keadilan bagi semua pihak,”tambahnya.

Rinto Wardana selaku Ketua Tim Lawyer Presidium Rakyat Menggugat (PRM) mengatakan ,menilai mayoritas kasus penodaan agama divonis tidak sesuai dengan kenyataan apa yang dilakukan,bahwa kebanyakan pelaku melakukan tidak sengaja dan seharusnya perlu ada solusi untuk menyelesaikan agar kasus semacam Meiliana tidak terulang lagi. “pihaknya menyatakan mosi tidak percaya kepada polisi dan jaksa,”tegas Rinto.

Seharusnya kasus penodaan agama ini diselesaikan di luar pengadilan atau diselesaikan secara musyawarah. Kalaupun masuk polisi dan jaksa seharusnya penegak hukum ketika menerima laporan harus disertai bukti sudah melalui proses musyawarah. “Dengan kejadian ini PRM menyatakan mosi tidak percaya kepada Mahkamah Agung karena tidak menindak tegas hakim yang memutus yang dinilai masih disusupi kepentingan kelompok sehingga mencoreng badan peradilan,”kata Rinto.

Komisi Yudisial sebagai lembaga tidak bisa menindak tegas hakim-hakim yang melanggar kode etik. Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Agama seharusnya memberikan solusi berbagai kasus penondaan agama yang selama ini terjadi,kedua Kementerian seharus mencari jalan keluar dalam kasus-kasus penodaan agama,”ucap Rinto Ketua Tim Lawyer PRM.
(Git)

 

 

 

  • Bagikan