Cileungsi Berpotensi Besar Rawan Tindak Kejahatan

  • Bagikan
Cileungsi Berpotensi Besar Rawan Tindak Kejahatan
Cileungsi,-
Kecamatan Cileungsi menjadi satu satunya dari 40 kecamatan yang ada  di kabupaten Bogor, dengan pertumbuhan jumlah penduduk tertinggi. Menurut data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik pertumbuhan penduduk Cileungsi mencapai 360 ribu penduduk yang tersebar di 12 Kelurahan antara lain Cileungsi, Cileungsi Kidul, Cipenjo, Cipeucang, Dayeuh, Ganduang, Jatisari, Limus Nunggal, Mampir, Mekarsari, Pasir Angin, dan Setu Sari.
Namun dengan besaran 10-15 persen deviasinya maka kawasan Cileungsi yang menjadi Kecamatan primadona di Kabupaten Bogor ini, berpotensi besar terhadap kerawanan akan tindak kejahatan. Apalag deviasi penduduk ini tanpa dilakukan pengawasan yang melekat dari pemerintahan terbawah seperti Kelurahan, Rukun Warga dan Rukun Tetangga setempat.
Cileungsi Berpotensi Besar Rawan Tindak Kejahatan
“Jujur memang ada deviasi antara jumlah penduduk yang dilaporkan RT di desa dengan angka-angka proyeksi yang kita terima dari BPS. Sementara data yang harus dipakai saat ini adalah data BPS. Pemerintah mengadopsi data BPS, maka kita sering memberi data deviasi itu.  Misalnya kemarin kita di salah satu desa, bahwa menurut laporan pak Kades, pak Lurah jumlah penduduknya contoh jumlahnya 10 ribu. Tapi kami mempunyai data valid BPS jumlahnya 12 ribu. Lalu kita tanya pak RT, pak Lurah, pak Kades dimana lagi ini yang 2 ribu. Saya pancing seperti itu, lalu muncul … ooo.. mungkin ini ada warga yang belum lapor ke pak RT, pak RW, atau ada sekelompok warga yang tinggal di sebuah kawasan yang memang belum dilakukan mediasi atau komunikasi dengan RT, RW, setempat,” urai Camat Cileungsi Renaldi Yusab Fiansyah S.Sos.
Pertumbuhan penduduk yang tinggi sebenarnya membawa beberapa keuntungan, di antaranya adalah ketersediaan tenaga kerja yang melimpah. Namun, jika pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak dibarengi oleh kebijakan pemerintah yang baik dalam menghadapi masalah ini, maka pertumbuhan penduduk yang tinggi hanya akan membawa dampak yang buruk.
Pemerintah mencoba melihat itu semua dari kepentingan dan infrastruktur yang menjadi kebutuhan warga masyarakat sehari-hari. Jadi otomatis penataannya lebih berorientasi kepada penataan kepentingan dan kebutuhan dasar masyarakat pada 3 indikator yang disebut dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) antara lain Bidang Pendidikan, Bidang Kesehatan, dan Kemampuan Daya Beli. Sementara di bidang lain seperti infrastruktur kewenangan – kewenangan itu masih melekat secara atributik dibawah pemerintah Kabupaten Bogor. Pemerintah hanya mempunyai kewajiban menata, mengendalikan, karena memang wilayah Cileungsi ini memang diminati oleh para pemilik modal, lanjut Camat Cileungsi Renaldi Yusab Fiansyah S.Sos.
Pada prinsipnya pemerintah mendesak pentingnya pendataan penduduk. Oleh karenanya selalu dihimbau kepada Ketua RT, RW agar selalu mencatat warganya terlepas KTP mereka dari manapun. Ditengah dinamisnya data penduduk sekarang keberadaan RT, RW ini harus kita optimalkan. Pemerintah Kecamatan terus melakukan Operasi Yustisi dengan melibatkan peran RT, RW, untuk memvalidkan data yang ada.
Cileungsi Berpotensi Besar Rawan Tindak Kejahatan
15 persen Deviasi penduduk Kecamatan Cileungsi bukanlah  ‘penduduk liar’, mereka penduduk yang tidak/belum terdata. Ini akan menjadi hal yang rawan  menjelang tahun-tahun politik. Dan perpindahan penduduk, dari satu tempat ke tempat lain tentu membawa dampak tertentu bagi masyarakat setempat. Tidak jarang kedatangan penduduk baru itu membawa dampak negatif berupa pelanggaran terhadap norma yang berlaku di dalam masyarakat tersebut hingga munculnya tindak kriminalitas di sekitarnya.
Menurut pengamat sosial DR Wilson Rajagukguk dari Universitas Indonesia, ada banyak dampak negatif yang ditimbulkan dari pertumbuhan penduduk yang tinggi adalah dari segi Sosial Ekonomi, jumlah penduduk yang tinggi yang tidak dibarengi dengan lapangan kerja yang cukup hanya akan menimbulkan masalah kriminalitas. Mereka pun mencari nafkah dengan menjadi seorang kriminal seperti pencopet, perampok, dan sebagainya.
Bukan hanya itu, dari segi sosial ekonomi, jumlah pertumbuhan penduduk yang tinggi yang tidak dibarengi dengan pendistribusian fasilitas yang merata akan mendorong terjadinya urbanisasi yang pada akhirnya akan memunculkan kelas sosial baru di masyarakat.  Adanya perumahan kumuh adalah contoh konkrit dari masalah ini, tutup Wilson.
(tjo; foto tim
  • Bagikan