Putusan PN Ciamis Kontradiktif, Siti Mungil Banding

  • Bagikan
Putusan PN Ciamis Kontradiktif, Siti Mungil Banding

SBN, Ciamis –

Kamis, 6 Mei 2021 jam 8.30 Pengadilan Negeri Ciamis masih terlihat sepi, diruang front office hanya terlihat beberapa orang yang sedang berbincang dengan Panitra. Usut punya usut ternyata salah satu diantara mereka adalah Siti Nurjanah atau yang biasa dipanggil Siti Mungil, dia sedang berbincang dengan salah seorang Panitra Pengadilan Ciamis.

Putusan PN Ciamis Kontradiktif, Siti Mungil Banding

Tidak lama kemudian datang seseorang yang ternyata adalah Iman Permana, SH, salah satu kuasa hukum dari Siti Mungil. Ketika ditanya maksud dan tujuannya datang pagi-pagi ke Pengadilan Negeri Ciamis, Iman mengatakan dirinya akan mengurus pendaftaran Gugatan Banding atas perkara nomor 26/Pdt.G/2021/PN.Cms. yang telah diputuskan oleh Majelis Hakim Tanggal 5 Mei 2021 kemaren.

“Alhamdulillah proses pendaftaran banding telah selesai, dan biaya perkara banding sebesar Rp. 12,300,000.00 telah lunas kami bayar, kami lakukan proses banding ini karena kami menilai bahwa putusan Majelis telah mencederai rasa keadilan bagi kami.

Bagaimana tidak, seluruh eksepsi yang kami sampaikan ditolak Majelis Hakim bahkan keterangan saksi ahli dan saksi fakta yang menerangkan kejadian tanggal 9 Januari 2020 dan tanggal 24 Januari 2020 tidak sama sekali dipertimbangkan Majelis Hakim.

Majelis Hakim juga tidak mempertimbangkan terhadap kejadian yang menimpa kliean kami pada tanggal 9 Januari 2020 di Polsek Pangandaran. Majelis Hakim mengatakan dalam putusannya bahwa adanya perkataan dari masa yang ditujukan kepada Kliean Kami yang notabene seorang perempuan sebagaimana yang disampaikan saksi Ruhyat yaitu “Bijilkeun we bijilkeun arak sakalian mun embung nandatanganmah, letakan we nu botakna, cik hayang ngasaan heunceut harga 5 milyar (Keluarkan saja keluarkan kalo tidak mau tanda tangan, Jilatin saja kepalanya yang botak, sini pengen ngerasain vagina harga 5 milyar).

Dimana menurut Majelis Hakim bukanlah suatu tindakan memaksa tergugat II dengan kekerasan, atau ancaman kekerasan, menipu atau menggunakan keadaan untuk menandatangani Surat Perjanjian a quo.

Menurut kami itu adalah tindakan pelecehan peradilan terhadap harga diri perempuan, terbayang oleh kita jika tindakan tersebut menjadi sebuah acuan bagi masyarakat karena dinyatakan oleh pengadilan itu bukan merupakan tindakan pengancaman, akan berapa banyak korban perempuan dinegeri ini yang akan mendapatkan pelecehan seperti itu,”ujar Iman Permana, SH.

Iman Menambahkan dalam salinan putusan yang baru diterimanya, Majelis Hakim memutuskan bahwa mengesahkan surat perjanjian bersama tanggal 26 Desember 2019, dimana dalam surat perjanjian bersama tersebut yang menerima uang dari Sodikin sebanyak 6 Orang, yaitu Notaris Indri 683jt, Ade Pamvir 55jt, Yayat 8,5jt, Elin 22,5jt, DR. Setiadji 35jt, Iwan 75jt.

Namun disisi lain Majelis Hakim menghukum tergugat I (Setiadji Munawar) dan Tergugat II (Siti Nurjanah) membayar kerugian kepada penggugat sebesar Rp. 893,000,000,00 sedangankan dalam gugatannya petitum No. 12 saudara Sodikin mengakui bahwa uang yang belum kembali berdasarkan surat perjanjian bersama tanggal 26 Desember 2020 itu sebesar Rp. 718,000,000 dengan rincian biaya proses Notaris Indri Rp. 683,000,000.00 dan Dr. Setiadji Munawar, SH.,MH. Rp. 35,000,000.00.

“Ada perbedaan nilai antara gugatan dan putusan, nah oleh karena itu saya patut mempertanyakan kepada Majelis, atas dasar apa menentukan nilai perhitungan tersebut,jelasnya.

Senada dengan Saeful Wahid M. SH. dalam pengesahan berita acara serah terima Café oleh Majelis Hakim, Iman sangat tidak memahami pertimbangan Majelis Hakim, yang dengan terang dan jelas dalam persidangan sebelumnya disebutkan oleh Ahli bahwa berita acara tersebut tidak sah dan batal demi hukum selama tidak ada surat kuasa dari Saudara Siti Nurjanah.

Hal ini sesuai dengan nota jawaban dan duplik yang disampaikan Saudara Hendrik juga dikuatkan oleh saksi Ahmad Ramdhani dan saksi Ruhyat, bahwa saudara Hendrik tidak pernah menyebutkan memiliki Surat Kuasa, dan hingga persidangan ini diputuskan Majelis Hakim, pihak penggugat tidak pernah bisa menunjukan bukti adanya surat kuasa tersebut, lanjutnya.

Inilah yang dikatakan, Hukum tanpa Kekuasaan adalah sebuah angan-angan, Kekuasaan tanpa hukum adalah kedholiman,  terjadi pada kasus ini, kami tidak memilki kekuasaan di Pangandaran, tapi lawan kami adalah seseorang yang begitu berkuasa sehingga yang jelas dan terang benderang melakukan perbuatan melawan hukum tuduhan itu bisa berbalik kepada klien kami yang notabene masyarakat biasa dan jelas-jelas merupakan korban dari penipuan suaminya dan juga korban dari kesewenang-wenangan dari orang yang cukup berkuasa dan berpengaruh di Kabupaten Pangandaran, ujarnya .

Iman juga menegaskan, dengan telah didaftarkannya proses Banding, dan sekalipun Pihak Sodikin merasa kebal hukum, maka Pihak Sodikin tidak boleh melakukan tindakan-tindakan yang melawan hukum dengan melakukan pengambil alihan Café Mungil,.

Selama belum ingkraht- nya putusan pengadilan, maka Siti Mungil Steak House” yang terletak di Jl. Pamugaran Kampung Turis Pangandaran masih sah milik Bu Siti Nurjanah dan memiliki hak yang dilindungi hukum dalam menjalankan usahanya tersebut,tutupnya.

(**Arf/Gono

  • Bagikan