SBNBekasi,-
Perempuan setengah baya itu terhenyak,diseka mata sembabnya dengan tissue setelah beberapa kali menarik nafas dalam dan merapikan hijabnya, ia berkisah pada kami,Minggu 2 Agustus 2020 Merupakan hari yang tak akan terlupakan oleh Nurhasanah dimana Suami tercinta Dr M Anwar Nawawi meninggalkan nya Menghadap Sang Khalik untuk selama-lamanya.
Suami yang menjadi tulang punggung keluarga dan Juga Ayah dari 3 Orang Anak yang masih bersekolah ini tercatat bekerja sebagai Dokter di RS.AM Kota Bekasi. Selama hidupnya almarhum berjuang dari RS.AM yang baru berdiri hingga dikenal dan besar oleh warga Bekasi khususnya dan Bekasi Utara pada umum.
Ibu itu berhenti sejenak, kembali menyeka airmatanya. Putranya mengusap-usap punggung bundanya,Mata ibu itu menatap jauh keatas dengan nanarnya,ada 5 menit kami terdiam dan ibu itu kembali berkisah.
Dalam suasana duka yang mendalam Ibu 3 anak yang masih menuntut ilmu di bangku sekolah merasa tidak ada perhatian sama sekali dari tempat Alm.suaminya bekerja di RS.AM dari mulai Pemakaman hingga Tahlilan Tak ada nampak Perwakilan manajemen atau pimpinan RS hadir, cuma karangan bunga berduka cita yang ada hadir di rumah duka Perumahan Telaga Harapan Cikarang Kabupaten Bekasi”.
Ibu itu adalah saksi yang mengalami bagaimana suami sering membawa berkas kerja dr RS untuk diselesaikan. Dia pernah mengeluh kepada suaminya,kenapa pekerjaan itu slalu diselesaikan di rumah,suaminya selalu menjawab bahwa itu tanggungjawabnya,dan di RS tidak ada waktu karena dia harus menangani 2 RS sekaligus sebagai dokter umum bersertifikat Hemodalisa dan rangkap jabatan lain. Tutur Ibu dari 3 anak yatim ini kepada Awak Media.
Yang sedikit menghibur hatinya karena ada beberapa karyawan RS yang hadir kerumahnya tapi itu pun sebatas teman dekat kerja Almarhum,menyampaikan Rasa Duka yang mendalam kepada pihak keluarga Almarhum. Mereka hadir sebatas rasa simpati dan hormat kepada almarhum.
Aku sedih bercampur marah kepada pimpinan dan pemilik RS saat setelah almarhum dimakamkan Mas.Mereka seakan mencampakannya suamiku begitu saja,tidak ada arti dan jasanya bagi rumah sakit itu. Sedangkan aku menjadi saksi bagaimana loyalitas dan tanpa mengeluh suami saya menjalankan tugasnya di Rumah sakit itu.
Kembali ibu itu mengusap airmatanya disela segugukan suaranya.Ada pedih,perih dan amarah di wajahnya.Saya berusaha tidak larut dalam duka amarahnya.Saya berusaha bersikap objektif dan menampung informasi sambil menyelami suasana kebatinan ibu tersebut.
Ibu itu kembali bercerita bagaimana ia dan suami membagi tugas rumah tangga mereka. Ia dituntut hanya sebagi ibu rumah tangga dan menyelesaikan segala urusan Rumah Tangga dari urusan sekolah anak,pembayaran sekolah, listrik dan kebutuhan lainnya.Ia tidak diperbolehkan bekerja oleh suaminya,dan tanggungjawab pendapatan,cari nafkah adalah suaminya.
Maka sejak suaminya meninggal mereka hanya bergantung pada tabungan yang ada,yang semakin menipis. Untuk jangka pendek ini dia berusaha mengurus hak-hak janda dan anak yatim dari tempat suaminya bekerja. Harapannya itu bisa selesai cepat karena perusahaan pasti menjalan ketentuan UU dan Peraturan Pemerintah. Namun bukan kabar gembira yang dia terima, tapi perlakuan kurang menyenangkan dan kata-kata yang menyakitkan dari manajemen “RS.AM”.
Dari koordinasi dgn HRD RS AM, yang bersangkutan keluarga dan dilanjut dengan HRD baru, begitu pula dengan Direktur RoS.Ia hanya di janjikan dan di minta bersabar. Setelah kurang lebih 92 hari Suaminya meninggal, tanggal 3 November 2020 dia bisa bertemu dengan Komisaris Utama, Direktur dan petinggi RS.AM.
Melalui tindakan yang didugaa intimidasi dan menyalah-nyalahkan almarhum suaminya dia dipaksa untuk menerima kompensasi dr perusahaan. Tapi ada hal dikurangi dari biasa dia terima dari suaminya. Dia menanyakan itu, tapi yang dia terima kata-kata yang menyakitkan hatinya dan hati anak remajanya yang menemaninya.
(GS/sumber istimewa