Pembodohan Perjanjian Dalam Kontrak Sewa Alat Berat

  • Bagikan
Pembodohan Perjanjian Dalam Kontrak Sewa Alat Berat

Jakarta, SBN-

PT Intan Baruprana Finance,tbk dengan bisnis utama pembiayaan alat berat baru dan bekas serta pemeliharaan melakukan tandatangan kontrak dengan CV Kalimass Jaya Utama, perusahaan pertambangan batubara di Kalimantan Selatan. Itu dilakukan pada awal tahun 2012,tahun berjalan perjanjian kontrak tidak ada masalah, sampai pada waktu tahun 2013 sampai 2014 terjadi kehancuran bisnis batubara. Akibatnya tambang batubara yang dikelola oleh CV Kalimas,tidak mampu melaksanakan sepenuhnya pembayaran sewa beli alat berat milik PT IBF. Hal itu dijelaskan oleh Kuasa Hukum CV Kalimas Jaya Utama, Surya Batubara,S.H.,M.M di kantornya di kawasan Pasar Minggu,Jakarta Selatan,pada Rabu (01/08/2018).

Surya Bakti Batubara SH MM, Kuasa Hukum dari Direktur CV Kalimass Jaya Utama, H. Amran SE,mengungkap bahwa PT Intan Baruprana Finance (IBF) melakukan penekanan terhadap CV Kalimass Jaya Utama. Dan terindikasi pemerasan dan penggelapan yang diduga dilakukan oleh PT Intan Baruprana Finance (IBF) dalam konflik bisnis perjanjian Sewa-Beli alat berat/Beco yang dilakukan oleh perusahaan tersebut.

Karena dugaan tersebut dilakukan PT IBF terhadap CV Kalimass Jaya Utama,Surya Batubara atas nama Kliennya kemudian mengirimkan surat Permohonan Perlindungan Hukum atas tindakan PT IBF. Dan ditujukan untuk Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan kepada Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB).

Surya menjelaskan kronologis terjadinya konflik antara Kliennya dengan pihak IBF. Hubungan bisnis diantara dua perusahaan itu dimulai saat terjadi Perjanjian Sewa Beli Alat Berat atau Beco.

“Sewa-Beli itu dimulai sejak tahun 2012 sampai 2016. Sepanjang 2012-2016,CV Kalimass telah mengadakan 15 perjanjian Sewa Beli Unit Alat Berat atau Barang Modal dengan pihak PT IBF, dimana 9 perjanjian telah lunas atau selesai,”jelasnya.

Konflik bisnis antara CV Kalimass Jaya Utama dengan PT Intan Baruprana Finance (IBF) berujung pada gugatan pailit yang diajukan oleh PT IBF ke Pengadilan Niaga (PN) Surabaya. Kendati begitu, pihak CV Kalimass melakukan perlawanan dengan mengungkap sejumlah fakta mengejutkan terjadinya dugaan penyelewengan dan dugaan indikasi pemerasan yang dilakukan PT IBF terhadap CV Kalimass.

Surya memperlihatkan dokumen surat yang dikirimkan ke OJK dan IKNB,bahwa dalam restrukturisasi, seharusnya sisa utang dihitung dengan cara mengakumulasi sisa utang,bunga,denda terlambat, periode/tenor diperpanjang,tetapi dengan tingkat suku bunga yang tidak diturunkan. Hingga tahun 2016, masih terdapat 6 Perjanjian sewa beli yang belum selesai yang kemudian direstrukturisasi. Karena akibat restrukturisasi perjanjian tersebut, CV Kalimass mengalami kerugian.

Surya menduga,perubahan-perubahan (restrukturisasi) itu semata-mata hanya untuk kepentingan PT IBF agar laporan keuangannya terlihat baik dan bisa menjadi perusahaan go publik. “Perhitungan untuk perjanjian-perjanjian yang belum selesai atas harga objek leasing yang tahun pembuatannya pada tahun 2012-2013,pada restrukturisasi terakhir jauh lebih mahal sekitar lebih dari 100 persen dari harga pasar per-unit pertahun pembuatan 2012-2013, bahkan dari harga unit baru,”Jelas Surya.

Menurut dia,hal itu diakui atau dicatat dalam Account Reiceivable Ledger Report (catatan akunting) yang dibuat oleh PT IBF perihal keterangan nilai aset pendirian CV Kalimass Jaya Utama.

“Perhitungan restrukturisasi itu seharusnya meringankan beban kewajiban CV Kalimass,namun sebaliknya,sisa utang diperhitungkan secara akumulatif, tidak wajar dan ditentukan sendiri oleh PT IBF,”ungkapnya. (Sgt)

  • Bagikan