Suarabekasinews.com,Jakarta,
Isu reshuffle kabinet yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menyeruak. Kabar yang terdengar sejak akhir September lalu menyebut perombakan Kabinet Indonesia Maju akan dilakukan Jokowi pada bulan Oktober ini. Satu di antara deretan nama menteri yang diduga kuat bakal diberhentikan Jokowi adalah Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Harus diakui bahwa sejauh ini Indonesia cukup baik dalam penanganan Covid-19. World Bank pun mengapresiasi kecepatan pelaksanaan vaksinasi di Indonesia yang sudah mencapai lebih dari 100 juta dosis.
Tapi,cakupan vaksinasi yang menuai pujian itu menjadi tak banyak berarti jika melihat total target vaksinasi yang ditetapkan pemerintahan Jokowi.
Hingga Sabtu (09/10/2021) pukul 18.00 WIB,data Kemenkes melaporkan jumlah masyarakat yang sudah divaksinasi dosis kedua mencapai 57.225.331 orang atau baru 27,48 persen dari target.
Padahal,era normal baru alias new normal yang road map-nya sedang disiapkan pemerintah,memiliki syarat utama terciptanya herd immunity (kekebalan kelompok) dan vaksinasi hingga 2,5 juta dosis per hari. Dengan lambannya laju vaksinasi per hari ini, sangat mustahil Indonesia mencapai target herd immunity pada akhir tahun ini.
Terkait data itu,maka tak heran jika banyak kalangan menilai Budi Gunadi tidak cukup cakap dalam menjalankan kewajibannya sebagai menteri yang paling bertanggung jawab dalam penanganan pandemi. Bahkan,tak jarang pernyataan-pernyataan dan sejumlah kebijakan yang diambilnya menimbulkan kegaduhan hingga melahirkan kecemasan publik.
Beberapa waktu lalu,Budi tersandung persoalan bocornya data pengguna aplikasi PeduliLindungi,lalu kebocoran sertifikat vaksin Presiden Jokowi ke publik. Budi juga menimbulkan kegaduhan setelah mengungkapkan bahwa aplikasi PeduliLindungi mendeteksi sebanyak 3.830 orang positif Covid-19 berkeliaran di tempat umum termasuk di mal. Hal ini terlacak lewat status “hitam” di aplikasi PeduliLindungi dan diungkapkan Menkes dalam rapat kerja di DPR.
Kalangan epidemiolog menilai, pernyataan Budi Gunadi itu menandakan sistem pelacakan (tracing) COVID-19 di Indonesia selama ini tidak berjalan dengan baik. Tak cuma itu,salah satu kelompok pendukung terbesar Jokowi,Relawan Jokowi Mania, bahkan menyebut pendekatan yang dilakukan Budi Gunadi dalam penanganan pandemi adalah pendekatan bisnis.
Praktisi media yang juga pendiri kelompok kajian Beranda Ruang Diskusi,Dar Edi Yoga berharap,apapun kebijakan Jokowi terkait isu reshuffle bisa menaruh perhatian besar pada perbaikan sektor kesehatan.
Terlepas dari kemungkinan dicopotnya Budi Gunadi dari jabatan Menkes,Dar Edi berharap yang membantu presiden dalam menuntaskan pandemi ini bisa berkarakter seperti eks Menkes, Terawan Agus Putranto. “Terawan salah satu pejabat yang jujur dan tidak kenal kompromi. Beliau tidak pernah takut mementingkan bangsa dan negara di atas segala-galanya,”ujar Dar Edi Yoga,pada Minggu (10/10/2021).
Dalam catatan wartawan senior ini, Terawan sudah banyak melakukan terobosan dalam karirnya sebagai dokter maupun pejabat politik.
“Semasa menjabat Kepala RSPAD Gatot Subroto,beliau sudah banyak memecat orang-orang yang terlibat korupsi dan bermain dengan proyek obat-obatan dan alat kesehatan,” katanya.
Di tangan Terawan,lanjut Dar Edi, RSPAD menjadi rumah sakit yang hebat dan tertata rapi hingga kini. Terawan juga tidak menggunakan APBN dalam pengembangan rumah sakit militer yang memiliki peralatan terlengkap di Indonesia itu.
“Saat menjadi Menkes, dia memangkas birokrasi yang menyulitkan dan memudahkan berbagai peraturan. Sesungguhnya dia tidak gagal saat menjadi Menkes. Apa yang disarankan Terawan ketika menghadapi pandemi ternyata dijalankan sampai sekarang,salah satunya kampanye 3M,”ucap Dar Edi.
Dalam pengamatannya,Terawan tidak ingin terjebak kepentingan politik yang rumit selama menjabat Menkes karena dia bekerja dengan hati. Yang jelas, tidak ada catatan Terawan terindikasi korupsi. Terawan yang selepas dari kabinet memilih terjun kembali ke dalam pelayanan kesehatan masyarakat,kini terlibat penuh dalam pengembangan Vaksin Nusantara yang menghebohkan dunia kesehatan nasional dan internasional.
Penelitian yang dipimpinnya sama sekali tidak menggunakan APBN. Hingga uji klinis tahap dua,tim Vaksin Nusantara hanya menggunakan biaya kurang lebih Rp 4 miliar. “Semoga saat reshuffle nanti Presiden menempatkan orang-orang yang jujur dan penuh integritas,”harap Dar Edi Yoga.
(Red/***)