Singaraja, SBN –
“Singa Praja Tattwa”, yang memiliki makna “Meneladani Keteladanan Ki Barak Panji Sakti”, menjadi perhelatan dan Parade Budaya menyambut Hari Jadi Kota Singaraja ke 415 tahun, demikian jelas Kepala Dinas Kebudayaan Gede Komang. Dan sejumlah fragmentasi kesejarahan terkait ketangguhan Raja Ki Gusti Panji Sakti dipersembahkan bagi masyarakat Buleleng serta menampilkan ribuan peserta parade dari sembilan kecamatan di Kabupaten Buleleng.
Gelaran ragam tradisi yang ada dan kisah sejarah Kota Singaraja hadir memukau penonton yang memadati area pementasan di sepanjang jalan Ngurah Rai Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali.
Sementara Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana menyatakan bahwa Parade Budaya ini menjadi suguhan yang menarik, khas, dan unik, dengan menampilkan segenap kreativitas dari masyarakat Buleleng. Sekaligus segala yang dilakukan oleh para pelaku seni tersebut sebagai wujud partisipasi para seniman dan budayawan dalam melestarikan dan mengembangkan kesenian serta budaya Buleleng.
“Karena kita telah bersepakat untuk bersatu dalam Multikulturalisme, Bersatu Merangkai Warna Nusantara,” jelasnya.
Selain beberapa fragmen yang mengungkap sejarah perjalanan pendiri Puri Singaraja itu, pada parade budaya juga disuguhkan tradisi yang ada di beberapa desa di Buleleng. Seperti tradisi “Siat Sambuk” atau “Perang Sabut Kelapa”, yakni sebuah tradisi yang biasa dilakukan Krama Desa Negak dan Pemangku dari Desa Tejakula, Kecamatan Tejakula, saat Pengerupukan (sehari sebelum hari Nyepi) di Pura Desa Tejakula.
Sedangkan Duta Kecamatan Gerokgak menampilkan tradisi “Gebug Ende”. Tradisi ini diyakini berasal dari Kabupaten Karangasem yang dibawa oleh penduduk dari Gumi Lahar tersebut ketika bermigrasi ke Buleleng, tepatnya di Kecamatan Gerokgak. Tarian ini merupakan tarian persahabatan dan sering juga digunakan untuk memohon turun hujan.
(ist; foto ist